Langsung ke konten utama

Freelance Content Writer di Hipwee (Part 1)



Yeay! Akhirnya, aku post juga tulisan ini setelah lama menimbang-nimbang antara ‘ya’ dan ‘tidak’ untuk membagikan pengalaman kerjaku sebagai penulis lepas untuk Hipwee.com. Sempat merasa tidak perlu untuk membagikan tulisan ini karena aku merasa ‘yaelah, jadi freelance doang.’ Tapi setelah dipikir-pikir, setelah banyak yang nanya-nanya tentang pengalamanku, aku putuskan untuk membagikannya kepada teman-teman…Dyarayu on Hipwee

Sebenarnya hanya 4 bulan saja menjadi freelance content writer-nya Hipwee dengan awal kontrak 3 bulan kerja. Masa kerjaku pun sudah tahun 2016 silam, dari bulan November sampai bulan Februari 2017. Walau bisa dibilang sebentar, namun yang didapat dari pengalaman kerja pertama itu sangat luar biasa banyak dan bisa dirasakan sampai saat ini.

Banyak teman-teman yang bertanya, gimana sih kok bisa jadi penulis lepasnya Hipwee? Nah, jadi awal mula kecemplung di Hipwee karena memang suka baca-baca tulisan yang disuguhkan Hipwee. Tulisan yang mereka sampaikan tidak pernah terasa menggurui, mudah dipahamai, sering berkesan konyol, dan selalu bisa mewakili aku sebagai pembaca. Lalu, pada suatu kesempatan, Hipwee membuat suatu acara latihan kepenulisan yang dijuluki ‘Ruang Belajar Hipwee’.

Ruang Belajar Hipwee

Singkatnya, Ruang Belajar Hipwee adalah sebuah kegiatan latihan menulis konten yang diadakan selama dua bulan dengan 4 kali pertemuan di kantor Hipwee yang pada saat itu masih berlokasi di Jl. Kaliurang Km 5,5. Ada sekitar 15 orang yang saat itu menjadi teman baru di Ruang Belajar, dan kami sama-sama diajarkan bagaimana cara menulis konten yang nggak sekadar baik, namun juga disenangi pembaca.

Sesampainya diujung acara Ruang Belajar Hipwee, beberapa peserta diberikan achievement oleh Hipwee dengan predikat yang berbeda-beda. Ada yang mendapat penghargaan karena jumlah share yang tinggi, karena progress menulis yang meningkat sejak pertama gabung, dan beberapa penghargaan lain. Dan salah satu penghargaan tersebut jatuh pada aku sebagai peserta yang berdedikasi tinggi. Katanya sih, karena aku selalu berusaha menulis hal baru disetiap tantangan. Uwuwuw sekali!

Nah, setelah acara Ruang Belajar itu usai, para peserta Ruang Belajat dan Hipwee tidak lantas bercerai begitu saja. Kami sempat ikut terlibat saat Hipwee mengisi salah satu booth di Pinasthika Fest 2017 silam. Dan bahkan, sampai saat ini, aku masih sering bertemu sampai diundang ke kondangan (?) teman-teman Ruang Belajar.
Ok, lanjut ke cerita tentang pekerjaan ya. Tak selang beberapa lama setelah keterlibatan kami di acara Hipwee, seseorang dari pihak Hipwee memberikan penawaran sebagai penulis lepas Hipwee khususnya untuk kanal Hubungan. Melihat peluang besar ini, aku nggak mau diam saja, dan memutuskan untuk mengajukan diri. Namun sayang, ternyata salah satu teman bergerak lebih cepat daripada aku.

Hampir pupus keinginan untuk bekerja di Hipwee. Tapi ternyata, teman tersebut tidak melanjutkan keterlibatan untuk bekerja di Hipwee. Dan, itulah kesempatanku! Langsung saja aku mengirimkan cv, kemudian wawancara dengan Mbak Nendra Rengganis keesokan paginya.

 Memang benar kalau rejeki nggak akan tertukar, yang sudah semestinya jadi milikmu, akan Tuhan permudah jalannya menuju kamu.

Wawancara telah terlaksana, aku kemudian dipertemukan dengan Mbak Pristiqa Wirastami, editor untuk kanal Hubungan pada saat itu. Mbak Tiqa mengajarkan bagaimana menulis di wordpress khusus penulis Hipwee, ide-ide apa saja yang selalu laris dibaca, dan menjelaskan jadwal menulis. Sstt… walau aku penulis untuk kanal Hubungan, aku tetap memperoleh jadwal menulis untuk kanal yang lain, sebut saja kanal Boys, Hiburan, sampai Travel. Jadi benar-benar merasakan susahnya cari ide segar para penulis tiap kanal di Hipwee.

Mbak Tiqa adalah orang paling berjasa selama aku bekerja di Hipwee. Mbak Tiqa nggak sekadar jadi editor yang bisa menerima gaya bahasa aku, mengedit tulisanku yang selalu acak-acakan, dan membantu tiap ide sering buntu. “Kalau kehabisan ide, kamu baca-baca aja dulu.” Katanya, tiap aku selalu gagal menawarkan ide sebelum ditulis.

Para penulis Hipwee nggak sekadar asal nulis, lho. Tiap hari, para penulis diminta untuk mengkonsultasikan ide yang nantinya akan mereka tulis. Jika setiap hari penulis menulis 2 artikel, maka kami wajib punya 2 ide. Kalau kedua ide itu dirasa kurang bisa menarik minat baca, maka penulis harus kembali putar otak sampai berjodoh dengan editor.

Eits, tulisannya belum selesai, lho. Baca di part 2 ini yaaa... 

Komentar

  1. wahhh keren bisa nulis di Hipweee jadi penulis lepas di portal hiburan gini menyenangkan lho, apalagi ga mengikat. tapi memang sih tetap harus displin dan sesuai target

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas. Jadi pengalaman berkesan sendiri sih dan yang pasti jadi membentuk diri aku sendiri untuk lebih menghargai waktu dan tugas yang ada.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Freelance Content Writer di Hipwee (Part 2)

Banyak yang nanya, suka dan dukanya kerja di Hipwee… Kalau boleh jujur, sebenernya nggak ada dukanya sih. Karena sejatinya bekerja yang sesuai dengan hobi dan kesukaan kita adalah hal paling menyenangkan. Dikejar target yang dalam satu hari harus menulis dua artikel dengan tenggat waktu yang mepet-mepet, putar otak demi mendapat ide yang sejodoh dengan keinginan editor -- sekarang justu jadi hal-hal yang aku kangenin,  Malah, terlalu banyak kesenangan dan keuntungan yang dampaknya masih bisa aku rasakan sampai sekarang. Sebut saja ketika saat ini aku jadi tahu bahwa saat ingin menulis sebuah konten, yang diperhatikan bukan hanya kualitas tulisannya aja. Ada hal-hal yang sering dianggap remeh oleh penulis, namun nyatanya mempengaruhi minat baca pembaca. Seperti halnya pemilihan gambar dan pembuatan judul. Dan sekarang, tiap akan menulis sesuatu, aku selalu merasa perlu memilih diksi yang asik, gambar yang sesuai dengan tulisan dan judul yang berjodoh dengan keseluruhan i...

Sabar, sebentar lagi...

“Nanti, ya…” “Sabar, sebentar lagi.” Kenyang sekali dengan dua kalimat tadi. Saking seringnya, sampai tidak lagi terhitung berapa kali diucapkan. Walau tidak ingat kapan pertama dikatakan, tapi sadar benar bahwa baru saja, kalimat tadi dikatakan.   Tidak apa-apa. Kita masih kaya akan harapan untuk jumpa. Masih sama-sama berusaha untuk percaya bahwa kata ‘nanti’ dan ‘sebentar lagi’ ini akan digantikan dengan ‘besok aku sampai di Jogja, dek.’ Kita hebat, benar? Tetap saling jaga meski berjauhan, saling menguatkan meski sama-sama sedang rapuh,   saling percaya meski ada banyak sekali ragu yang dipendam diam-diam. Kita hebat sebagai pasangan yang cobaannya adalah jarak dan waktu. Semoga nyala api untuk mau terus berusaha tetap nyala, ya?

Backpacker yang Pakai Koper

Bandung. Sebuah kota dimana saya selalu bermimpi untuk bisa menjadi bagian dari segala keramaian dan lalu lalangnya. “Kalau besok lulus, aku mau kerja di Bandung aja.” –kata saya 4 tahun lalu, dan hingga kini masih terus saya usahakan. Kenapa Bandung? Entah. Saya pun tidak tahu kenapa sebegitu jatuh hati dengan kota ini. Sebelumnya pun saya tidak punya kisah romantis dengan lelaki asal Bandung. Namun di benak saya, Bandung itu adem, pusat belanja, dan kaya akan sejarah. Pokoknya saya ingin beranjak dewasa bersama kota Bandung.   Punya tekad untuk bisa ke Bandung yaitu setelah melihat sahabat saya, Lajeng Padmaratri melancong ke Bandung bersama teman-teman SMA-nya naik kereta. Iri dong saya, makanya saya mengajak Lajeng untuk mau mengantar saya keliling Bandung. Lajeng sih iya-iya saja. Singkat cerita, saya dan Lajeng merencanakan liburan dua hari semalam ini selama 4 bulan lamanya. Beberapa orang mungkin akan menganggap kami berlebihan karena perlu merencanakan p...