Langsung ke konten utama

Mencari yang Seperti Kakung

Terimakasih untuk @kadoakuh untuk ilustrasi yang 'sangat Kakung'


Setiap orang pasti memiliki seseorang yang amat dicintai hingga menjadikannya sebagai panutan, termasuk dalam mencari pasangan masa depan. Biasanya untuk anak perempuan, mereka yang menyayangi ayahnya akan mencari sosok pendamping yang seperti ayah.

Berbeda dengan aku, aku ingin pendamping yang seperti Kakung. Ah, sialan. Setelah sekian lama hiatus menulis di blog dan memutuskan untuk kembali menulis untuk memperingati ulangtahun Kakung, kiriman pertama setelah lama puasa ini justru yang paling berat dan menguras air mata.

Merindukan sosok yang sudah 6 tahun ini tidak bisa dijumpai, rasanya menyakitkan. Rasanya seperti baru kemarin aku pulang study tour dari Bali dan Kakung datang jemput dan ajak makan soto karena cucu perempuannya ini mengeluh lapar setelah perjalanan panjang. Aku juga masih sering tertawa sendiri saat ingat semasa SD dulu, aku dan Kakung dulu sering dansa berdua saat nonton acara tv kesukaan beliau.

Seumur hidupku, rasanya aku tidak pernah melihatnya marah dengan memukul seseorang, membanting barang, atau sekadar mencubit walau cucu-cucunya mungkin nakalnya luar biasa dan memaksa ingin main meski beliau lelah.

Aku semasa SD setelah tidak diantyar dan jemput dengan becak, selalu bersama Kakung. Namun, namanya juga orang tua pasti ada pikunnya. Pernah suatu kali Kakung lupa jemput dan aku menangis meraung-raung karena harus pulang jalan kaki sendiri. Hehe… Setelah itu Kakung minta maaf dan memberi uang Rp5.000,00 untuk jajan. Begitu saja, aku sudah tidak lagi marah.

Kakung dan aku adalah partener yang hebat dalam urusan sembunyi-sembunyi dari Uti. Kebetulan, Kakung dan aku punya selera makan yang benar-benar mirip. Nah, Uti selalu melarang makan tongseng karena takut kena kolesterol, tapi kami berdua sering diam-diam ke warung kesukaan untuk makan siang dan kemudian Kakung petik buah kersen yang ada di depan warung untuk aku. Kami berdua memang team yang hebat sebagai cucu dan kakek.

Menginginkan sosok pendamping yang seperti Kakung bukan hanya karena beliau baik ke semua orang yang bahkan jahat kepadanya, bukan hanya karena tidak pernah marah kepada cucu-cucunya, tapi juga menjadi sosok yang isengnya luar biasa. Ah, Kakung juga lucu!
Beliau mengajarkan cucu-cucunya untuk mengantongi kerikil saat harus menahan buang air kecil dan bahkan kebiasaan ini masih diikuti oleh adik sepupuku, Andro. Kakung juga sering menggelitiki cucunya bahkan saat kami sedang sama-sama diam nonton TV.

Tidak kah menyenangkan memiliki sosok yang sempurna seperti Kakung? Yang menyayangi, menjaga, dan menenangkan meski beliau hanya duduk dan ‘ada’ bersama kami semua. Kehilangan Kakung, adalah sebenar-benarnya kehilangan untuk aku, tidak pernah sehari pun tidak ingat Kakung meski aku kemudian kuliah, bekerja, punya pacar, jadi jomlo, dengan teman-teman bahkan saat sendirian.

Menyakitkan saat berulang kali tersadar bahwa yang dicintai sudah tidak bisa disapa, sudah tidak bisa lagi disentuh kulit keriputnya, dan sudah tidak bisa lagi diajak berebut makan mie ayam. Jika waktu bisa diputar, aku ingin Kakung ada dan duduk di sudut kesukaannya, walau sekali saja.

Well, selamat ulangtahun ya Pak Aris Suharsono. Maaf selama seumur hidup bersama Kakung, belum bisa membuat bangga dan cenderung merepotkan. Namun sekarang dan di masa yang akan datang, cucu perempuan pertama dan satu-satunya ini akan terus berusaha membuat Kakung lega karena akan berusaha baik-baik saja dan menjaga kedua cucumu lainnya.

Terimakasih, terimakasih, terimakasih.

Apapun yang pernah terjadi di masa lalu, yang kisahnya tidak sempat Kakung ceritakan kepada aku dan adik-adik, tidak akan melunturkan bahwa kami tidak pernah kecewa dan akan selalu punya perasaan bangga yang sama menjadi cucu seorang Pak Aris.
Selamat ulangtahun ya, Kung. Kami semua mencintai dan tidak pernah tidak rindu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Freelance Content Writer di Hipwee (Part 2)

Banyak yang nanya, suka dan dukanya kerja di Hipwee… Kalau boleh jujur, sebenernya nggak ada dukanya sih. Karena sejatinya bekerja yang sesuai dengan hobi dan kesukaan kita adalah hal paling menyenangkan. Dikejar target yang dalam satu hari harus menulis dua artikel dengan tenggat waktu yang mepet-mepet, putar otak demi mendapat ide yang sejodoh dengan keinginan editor -- sekarang justu jadi hal-hal yang aku kangenin,  Malah, terlalu banyak kesenangan dan keuntungan yang dampaknya masih bisa aku rasakan sampai sekarang. Sebut saja ketika saat ini aku jadi tahu bahwa saat ingin menulis sebuah konten, yang diperhatikan bukan hanya kualitas tulisannya aja. Ada hal-hal yang sering dianggap remeh oleh penulis, namun nyatanya mempengaruhi minat baca pembaca. Seperti halnya pemilihan gambar dan pembuatan judul. Dan sekarang, tiap akan menulis sesuatu, aku selalu merasa perlu memilih diksi yang asik, gambar yang sesuai dengan tulisan dan judul yang berjodoh dengan keseluruhan i...

Sabar, sebentar lagi...

“Nanti, ya…” “Sabar, sebentar lagi.” Kenyang sekali dengan dua kalimat tadi. Saking seringnya, sampai tidak lagi terhitung berapa kali diucapkan. Walau tidak ingat kapan pertama dikatakan, tapi sadar benar bahwa baru saja, kalimat tadi dikatakan.   Tidak apa-apa. Kita masih kaya akan harapan untuk jumpa. Masih sama-sama berusaha untuk percaya bahwa kata ‘nanti’ dan ‘sebentar lagi’ ini akan digantikan dengan ‘besok aku sampai di Jogja, dek.’ Kita hebat, benar? Tetap saling jaga meski berjauhan, saling menguatkan meski sama-sama sedang rapuh,   saling percaya meski ada banyak sekali ragu yang dipendam diam-diam. Kita hebat sebagai pasangan yang cobaannya adalah jarak dan waktu. Semoga nyala api untuk mau terus berusaha tetap nyala, ya?

Backpacker yang Pakai Koper

Bandung. Sebuah kota dimana saya selalu bermimpi untuk bisa menjadi bagian dari segala keramaian dan lalu lalangnya. “Kalau besok lulus, aku mau kerja di Bandung aja.” –kata saya 4 tahun lalu, dan hingga kini masih terus saya usahakan. Kenapa Bandung? Entah. Saya pun tidak tahu kenapa sebegitu jatuh hati dengan kota ini. Sebelumnya pun saya tidak punya kisah romantis dengan lelaki asal Bandung. Namun di benak saya, Bandung itu adem, pusat belanja, dan kaya akan sejarah. Pokoknya saya ingin beranjak dewasa bersama kota Bandung.   Punya tekad untuk bisa ke Bandung yaitu setelah melihat sahabat saya, Lajeng Padmaratri melancong ke Bandung bersama teman-teman SMA-nya naik kereta. Iri dong saya, makanya saya mengajak Lajeng untuk mau mengantar saya keliling Bandung. Lajeng sih iya-iya saja. Singkat cerita, saya dan Lajeng merencanakan liburan dua hari semalam ini selama 4 bulan lamanya. Beberapa orang mungkin akan menganggap kami berlebihan karena perlu merencanakan p...