Langsung ke konten utama

Muak dengan Pertanyaan ‘Kamu Kapan…?’

pict from : http://www.logancole.com/blog/


 Pernah nggak kamu mendapat pertanyaan dari orang disekitarmu, ‘kamu kapan wisuda?’ mungkin juga ‘kamu kapan pacarannya? Jomblo terus…’


Atau justru, kamu yang sering bertanya pada teman atau saudaramu dengan pertanyaan ‘kamu kapan blablabla?’ Jikalau iya, berhentilah dari sekarang. Kamu pikir pertanyaan seperti itu sama sederhannya dengan ‘kamu udah makan belum?’ tapi kenyataannya, berbeda dan tidak sesederhana itu.

Kamu mungkin nggak tahu banyak tentang temanmu, tentang segala pencapaian yang sudah dia usahakan walau dia belum wisuda, kesulitan apa yang teman kamu hadapi hingga pada akhirnya kuliahnya terbengkalai dan akhirnya molor. Lantas kamu datang dan mengajukan pertanyaan ‘kamu kapan wisuda?’ padanya. Menurutmu, bagaimana perasaannya mendengar pertanyaanmu ini? Terpacu semangatnya untuk segera wisuda? Nggak sama sekali, karena sejujurnya dia akan merasa jengkel, sedih, belum lagi kian terasa berat beban di pundak.

Misalkan pertanyaan yang terdengar receh, ‘kamu kapan nikah?’ , ‘kamu kapan punya pacar?’ itu pun nggak ada faedahnya untuk ditanyakan. Apalagi kalau maksudnya untuk sekadar menyombongkan statusmu yang sudah berkeluarga atau sekadar punya pacar. Kamu mungkin nggak menyangka, bahwa untuk membuka hati bagi seseorang yang baru itu tidak mudah untuk temanmu, kamu juga nggak pernah tahu bukan bahwa ‘sendiri’ sementara waktu memang jadi pilihannya.

Guys, nggak ada siapapun yang mau telat wisuda, nggak ada yang mau juga jomblo lama. Dan hei, masalah tiap orang itu berbeda-beda. Kamu tidak pernah tahu apa yang dirasakan temanmu selama ini, beban apa yang ditanggungnya sendiri. Sementara kamu terus mencecarnya dengan pertanyaan ‘kamu kapan…’ dipikirnya gampang apa? Masalahmu mungkin terbilang ringan hingga bisa kuliah dengan nyaman, fasilitas lengkap karena kewajibanmu hanyalah belajar, sementara temanmu memilih untuk memprioritaskan impian yang harus segera dikejarnya, atau dia memilih sambil bekerja demi biaya hidup keluarga terlebih dahulu. Kamu juga tidak lantas dipandang menang hanya karena bisa punya pacar lebih dulu. 

pict from : https://medium.com/leuxmagazine/laura-wielo-4941dc7622d0


Mungkin di luar, temanmu adalah sosok yang menyenangkan, receh, dan tenang, gampang sekali dia untuk tertawa-tawa. Seperti hidup yang dijalaninya hanya untuk numpang tidur dan makan. Padahal tidak. Temanmu hanya lebih pandai menata hati, lebih bijak mengatur sikap, dan dia tahu mana yang baiknya dibagikan pada dunia dan mana yang seharusnya disimpan seorang diri.

Ketimbang menanyakan pertanyaan yang sekiranya unfaedah, yang sekiranya menyakitkan bukannya menyenangkan, yuk, coba jadi mood booster mereka. Sejatinya, temanmu butuh disemangati tanpa merasa digurui, ia pasti lebih senang jika diajak bebas sejenak dari bebannya. Juga, jangan memaksanya untuk bersedia bercerita tentang hidupnya, kelak, saat kamu merasa sudah cukup bisa ia peraya, kamu akan dijadikannya tempat berkeluh kesah dengan sendirinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Freelance Content Writer di Hipwee (Part 2)

Banyak yang nanya, suka dan dukanya kerja di Hipwee… Kalau boleh jujur, sebenernya nggak ada dukanya sih. Karena sejatinya bekerja yang sesuai dengan hobi dan kesukaan kita adalah hal paling menyenangkan. Dikejar target yang dalam satu hari harus menulis dua artikel dengan tenggat waktu yang mepet-mepet, putar otak demi mendapat ide yang sejodoh dengan keinginan editor -- sekarang justu jadi hal-hal yang aku kangenin,  Malah, terlalu banyak kesenangan dan keuntungan yang dampaknya masih bisa aku rasakan sampai sekarang. Sebut saja ketika saat ini aku jadi tahu bahwa saat ingin menulis sebuah konten, yang diperhatikan bukan hanya kualitas tulisannya aja. Ada hal-hal yang sering dianggap remeh oleh penulis, namun nyatanya mempengaruhi minat baca pembaca. Seperti halnya pemilihan gambar dan pembuatan judul. Dan sekarang, tiap akan menulis sesuatu, aku selalu merasa perlu memilih diksi yang asik, gambar yang sesuai dengan tulisan dan judul yang berjodoh dengan keseluruhan i...

Sabar, sebentar lagi...

“Nanti, ya…” “Sabar, sebentar lagi.” Kenyang sekali dengan dua kalimat tadi. Saking seringnya, sampai tidak lagi terhitung berapa kali diucapkan. Walau tidak ingat kapan pertama dikatakan, tapi sadar benar bahwa baru saja, kalimat tadi dikatakan.   Tidak apa-apa. Kita masih kaya akan harapan untuk jumpa. Masih sama-sama berusaha untuk percaya bahwa kata ‘nanti’ dan ‘sebentar lagi’ ini akan digantikan dengan ‘besok aku sampai di Jogja, dek.’ Kita hebat, benar? Tetap saling jaga meski berjauhan, saling menguatkan meski sama-sama sedang rapuh,   saling percaya meski ada banyak sekali ragu yang dipendam diam-diam. Kita hebat sebagai pasangan yang cobaannya adalah jarak dan waktu. Semoga nyala api untuk mau terus berusaha tetap nyala, ya?

Dear Perempuan, Berkeinginan Bekerja Sebelum Menikah Itu Bukan Dosa

“Perempuan itu nggak perlu kerja. Selesai sekolah yaudah nikah aja. Lagipula pada akhirnya juga dinafkahi suami.” Celoteh seperti ini, sudah kerap penulis dengar. Miris, namun ada benarnya juga.  Stigma bahwa perempuan memang nggak perlu susah-susah kerja, toh nanti akan menjadi tanggungan suami memang tidak sepenuhnya salah. Setelah menikah, perempuan memang akan diberi nafkah oleh suami. Namun bukan berarti perempuan yang ingin bekerja sebelum bahkan selepas menikah itu lantas dilarang keras. Perempuan ‘zaman now’ bukan lagi perempuan yang bisa diremehkan. Banyak profesi ringan hingga berat yang sudah diisi oleh perempuan. Mulai dari supir busway , pengemudi ojek online , sampai menteri dan juga presiden. Bisa dibilang, posisi perempuan kini tak selalu ada di bawah ketiak lelaki.  Berbeda dengan zaman penjajahan, dimana perempuan belia berkisar belasan tahun wajib sudah menikah dan tidak boleh bersekolah. Perempuanyang hidup di zaman sekarang dibebaskan be...