Langsung ke konten utama

Freelance Content Writer di Hipwee (Part 2)



Banyak yang nanya, suka dan dukanya kerja di Hipwee…

Kalau boleh jujur, sebenernya nggak ada dukanya sih. Karena sejatinya bekerja yang sesuai dengan hobi dan kesukaan kita adalah hal paling menyenangkan. Dikejar target yang dalam satu hari harus menulis dua artikel dengan tenggat waktu yang mepet-mepet, putar otak demi mendapat ide yang sejodoh dengan keinginan editor -- sekarang justu jadi hal-hal yang aku kangenin, 

Malah, terlalu banyak kesenangan dan keuntungan yang dampaknya masih bisa aku rasakan sampai sekarang. Sebut saja ketika saat ini aku jadi tahu bahwa saat ingin menulis sebuah konten, yang diperhatikan bukan hanya kualitas tulisannya aja. Ada hal-hal yang sering dianggap remeh oleh penulis, namun nyatanya mempengaruhi minat baca pembaca. Seperti halnya pemilihan gambar dan pembuatan judul. Dan sekarang, tiap akan menulis sesuatu, aku selalu merasa perlu memilih diksi yang asik, gambar yang sesuai dengan tulisan dan judul yang berjodoh dengan keseluruhan isi artikel.

Walau sekadar jadi penulis lepasnya Hipwee, aku jadi lebih dikenal orang. Beberapa kali sempat ditawari untuk menjadi penulis artikel juga, lho. Iya, dampaknya buat aku begitu besar.
Fee yang diberikan Hipwee juga sangat layak. Terlebih lagi, walau aku penulis lepas yang kebanyakan waktunya menulis di rumah, pekerja Hipwee yang lain selalu ramah tiap aku datang ke kantor sekadar untuk menerima wejangan editor. Mungkin karena sebagian besar pekerja Hipwee masih muda, berkisar umur 25an, jadi merasa seperti kakak dengan mereka.

Diluar itu semua, apresiasi tertinggi yang bisa dirasakan seorang penulis adalah melihat tulisannya mewakili banyak orang dan menjadi motivasi. Dan ketika tulisan aku di bagikan oleh banyak orang, itu adalah kebanggaan tersendiri. Buat sebagian orang, hal tersebut biasa-biasa saja. Namun untuk aku, melihat tulisanku sendiri ditanggapi oleh orang lain saja sudah bahagia. Itu tanda, bahwa tulisan kita dibaca oleh orang lain. 

salah satu artikel aku dengan jumlah share ter-ok!


Banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan setelah bekerja sebagai penulis lepas untuk Hipwee. Dan sampai sekarang, rasanya masih susah move on. Semoga, segera dipertemukan dengan pekerjaan menyenangkan yang lain setelah ini, untuk aku dan teman-teman semua. Fighting!

Komentar

  1. wahhh asyik bisa jadi penulis lepas, apalgi di hipwee, cepat kali portal ini meledak di dunia maya. judul2nya yang menarik untuk di klik(bukan berarti click bait)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul. mungkin yang membuat Hipwee jadi booming ya karena artikel-artikel yang disuguhkan seperti mewakili para pembacanya. memberi kesan dekat dan juga ringkas saat dibaca :)

      Hapus
  2. Izin ninggalin jejak dulu mba. Salam kenal sesama penulis hipwee. Tapi aku masih amateur sih hehe (:

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Mbak Sucy. Salam kenal. Semangat menulis terus❤

      Hapus
  3. Yhaaaa, ternyata artikel tentang 20an itu dari mbak. Terima kasih mbak, menginspirasi sekali. Salam kenal, aku pembaca Hipwee. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mbak Wardhina Ayu! Iya kebetulan itu tulisan saya. Terimakasih ya Mbak sudah membaca :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar, sebentar lagi...

“Nanti, ya…” “Sabar, sebentar lagi.” Kenyang sekali dengan dua kalimat tadi. Saking seringnya, sampai tidak lagi terhitung berapa kali diucapkan. Walau tidak ingat kapan pertama dikatakan, tapi sadar benar bahwa baru saja, kalimat tadi dikatakan.   Tidak apa-apa. Kita masih kaya akan harapan untuk jumpa. Masih sama-sama berusaha untuk percaya bahwa kata ‘nanti’ dan ‘sebentar lagi’ ini akan digantikan dengan ‘besok aku sampai di Jogja, dek.’ Kita hebat, benar? Tetap saling jaga meski berjauhan, saling menguatkan meski sama-sama sedang rapuh,   saling percaya meski ada banyak sekali ragu yang dipendam diam-diam. Kita hebat sebagai pasangan yang cobaannya adalah jarak dan waktu. Semoga nyala api untuk mau terus berusaha tetap nyala, ya?

Backpacker yang Pakai Koper

Bandung. Sebuah kota dimana saya selalu bermimpi untuk bisa menjadi bagian dari segala keramaian dan lalu lalangnya. “Kalau besok lulus, aku mau kerja di Bandung aja.” –kata saya 4 tahun lalu, dan hingga kini masih terus saya usahakan. Kenapa Bandung? Entah. Saya pun tidak tahu kenapa sebegitu jatuh hati dengan kota ini. Sebelumnya pun saya tidak punya kisah romantis dengan lelaki asal Bandung. Namun di benak saya, Bandung itu adem, pusat belanja, dan kaya akan sejarah. Pokoknya saya ingin beranjak dewasa bersama kota Bandung.   Punya tekad untuk bisa ke Bandung yaitu setelah melihat sahabat saya, Lajeng Padmaratri melancong ke Bandung bersama teman-teman SMA-nya naik kereta. Iri dong saya, makanya saya mengajak Lajeng untuk mau mengantar saya keliling Bandung. Lajeng sih iya-iya saja. Singkat cerita, saya dan Lajeng merencanakan liburan dua hari semalam ini selama 4 bulan lamanya. Beberapa orang mungkin akan menganggap kami berlebihan karena perlu merencanakan p...