“Perempuan itu nggak perlu kerja. Selesai
sekolah yaudah nikah aja. Lagipula pada akhirnya juga dinafkahi suami.”
Celoteh
seperti ini, sudah kerap penulis dengar. Miris, namun ada benarnya juga. Stigma bahwa perempuan memang nggak perlu
susah-susah kerja, toh nanti akan menjadi tanggungan suami memang tidak
sepenuhnya salah. Setelah menikah, perempuan memang akan diberi nafkah oleh
suami. Namun bukan berarti perempuan yang ingin bekerja sebelum bahkan selepas
menikah itu lantas dilarang keras.
Perempuan
‘zaman now’ bukan lagi perempuan yang bisa diremehkan. Banyak profesi ringan
hingga berat yang sudah diisi oleh perempuan. Mulai dari supir busway, pengemudi ojek online, sampai menteri dan juga presiden. Bisa dibilang, posisi perempuan kini tak selalu ada di bawah ketiak lelaki.
Berbeda
dengan zaman penjajahan, dimana perempuan belia berkisar belasan tahun wajib sudah menikah dan tidak boleh bersekolah. Perempuanyang hidup di zaman sekarang dibebaskan
berkembang bahkan bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Tidak heran
bila semakin hari semakin ditemukan banyak perempuan ber-otak cerdas yang mampu
bersaing dengan laki-laki.
Menurut
penulis (yang otaknya rada pas-pasan) sangat disayangkan bila kamu, dia, atau
kalian perempuan yang dianugerahi Tuhan dengan kemampuan berpikir yang baik dan
memiliki keahlian lantas menyerah dengan keadaan dan memilih menikah saja. Ya,
memang menikah itu ibadah dan menikah muda pun tidak dilarang agama. Mungkin
tak disadari saja bahwa banyak ‘faedah’ yang akan didapatkan bila bersedia
bekerja sebelum atau mungkin, ya, sesudah menikah.
Mari
berpikir bersama, orangtua penulis, orangtua kamu, orangtua dia dan mereka
sudah bekerja keras. Banyak hal yang dikorbankan sampai menyingkirkan keinginan
kepentingannya sendiri, demi melihat anak-anaknya bisa sekolah dan mengenyam
pendidikan yang tinggi. Penulis sangat ingin membuat orangtua bahagia, membuat
mereka segera pensiun dari pekerjaannya dan menikmati masa tua tanpa beban.
Penulis ingin membuat orangtua hidup dengan nyaman dari hasil jeripayah penulis
sendiri, itulah mengapa bekerja penulis pilih sebagai jalan keluar. Memang gaji
yang penulis dapat tidak seberapa, namun sudah penulis lakukan semenjak penulis
duduk di bangku SMP. Mulai dari wiraswasta (dibaca : berjualan nasi goreng
antar kelas sampai membuat cerpen sesuai pesanan teman-teman saat ada tugas
Bahasa Indonesia) sampai bekerja di sebuah perusahaan media daring terkemuka
sudah pernah penulis jajal. Dari memperoleh recehan hingga gaji yang ‘lumayan’
untuk mengajak satu keluarga jalan-jalan ke kebun binatang.
Itu hanya
salah satu alasan mengapa bekerja sebelum menikah itu mendatangkan manfaat.
Manfaat yang kedua adalah ‘setiap perempuan memiliki wedding dream-nya
sendiri’. Mulai dari perintilan-perintilan kecil seperti souvenir, lokasi
pernikahan hingga katering dan baju pengantin. Hal-hal tersebut, impian itu
tidaklah murah, apalagi gratis… Dan untuk mewujudkan impian tersebut ya rasanya
sungguh ‘jahat’ bila dibebankan pada orangtua. Wong yang nikah kita, yang
kepingin menikah dengan segala pernak-perniknya ya kita, tentu kita yang wajib
bertanggung jawab. Bila nanti orangtua ingin membantu, tidak perlu
menanggung segalanya, karena ada kita sebagai tempat orangtua berbagi. Lah,
apalagi bila masih jomblo. Daripada menghabiskan waktu lama untuk menunggu
pangeran impian ya mending sekolah yang benar, lalu mencari pekerjaan yang bisa
membuat bahagia lalu memulai
mengumpulkan biaya nikah sendiri.
Bukan hanya
untuk biaya nikah saja, uang yang diperoleh dari bekerja sebelum nikah bisa
ditabung untuk hal-hal yang tidak terduga nantinya. Setiap dari kita tidak
pernah tahu apa yang akan terjadi esok, dan ketika perjalanan rumah tangga
tidak sesuai dengan yang diharapkan, sebagai perempuan sudah memiliki
‘pegangan’. Bersyukurlah bila hingga nanti suami bisa memberi kehidupan yang
baik. Apalagi jika suami bersedia perempuanya bekerja, beban rumah bisa
ditanggung berdua, ingin belanja keperluan pribadi pun tidak mengganggu
pembiayaan.
Selain
keuntungan dari segi ekonomi, hal lain yang bisa dipetik adalah belajar
bertanggung jawab dan kerja sama dalam tim. Secara tidak langsung, bekerja
mengajarkan kita tentang caranya membagi waktu, bekerja sama dengan orang lain,
bekerja sesuai target namun tepat dan masih banyak kewajiban-kewajiban dalam
bekerja. Dan jangan dikira bahwa hal-hal semacam itu tidak akan dipergunakan
dalam rumah tangga. Nantinya, perempuan yang sudah menikah diajarkan untuk
membagi waktu untuk rumah, anak, suami dan mungkin pekerjaannya, bisa bekerja
sama mengurus rumah dengan anggota keluarga yang lain, dan menyelesaikan masalah
dengan cepat dan tepat. Mungkin masalah yang dihadapi tidak sama, namun
tentunya samasama membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Jadi, bekerja
menjadikan lebih berpengalaman.
Well, bekerja bukan hanya perihal
mendapatkan upah atau mengisi waktu luang saja. Bekerja adalah cara menghargai
kebaikan orangtua dan kebaikan Tuhan yang sudah diberikan pada kita. Menghargai
kebaikan orangtua dalam artian menunjukkan bahwa anak yang telah mereka
besarkan kini sudah mampu mandiri dan tidak lagi merepotkan, pun sebagai salah
satu usaha untuk menentramkan masa tua mereka. Juga menghargai kebaikan Tuhan,
sudah diberikan kemampuan dan cara berpikir yang baik, karena bekerja membuat
kemampuan dan cara berpikir terus bekerja dan diergunakan dengan semestinya.
Yuk, jangan
ragu memiliki keinginan untuk bekerja dahulu sebelum melangkahkan kaki ke
gerbang pernikahan. Karena semua berhak mendapatkan pekerjaan yang
dicita-citakan, berhak memiliki masa depan yang baik, dan berhak menentukan hidupnya
sendiri. Dan itu, termasuk kita. Perempuan.
Josss
BalasHapusDibaca beneran nggak nih, Mas?
HapusAku paling suka bagian 'bekerja bukan hanya perihal mendapatkan upah atau mengisi waktu luang saja. Bekerja adalah cara menghargai kebaikan orangtua dan kebaikan Tuhan yang sudah diberikan pada kita.' Setuju banget!! Dan yah, aku sendiri memiliki pandangan bahwa bekerja itu adalah kebutuhan :)
BalasHapusAnw, aku juga ada nulis blog. Boleh dikunjung balik - www.sat-note.blogspot.com
Betul. Bekerja itu sebetulnya kebutuhan, dimana kita memenuhi kepentingan pribadi dan orang lain.
HapusSalam kenal :D